MAKALAH ILMU KALAM
SEJARAH
PERKEMBANGAN ALIRAN KHAWARIJ DAN ALIRAN MURJI’AH
Dosen pembimbing: Drs. Attabik M.Ag

DISUSUN OLEH:
1.
Riskiana
Dwi M.C. (1623211030)
2.
Siti
Hayati (1623211015)
FAKULTAS TARBIYAH PRODI PAI A
INSTITUT AGAMA ISLAM IMAM GHAZALI
(IAIIG) CILACAP
TAHUN AJARAN 2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ulumul hadits. Salawat dan salam tak lupa kami sampaikan kepada Rasulullah
Saw,beserta keluarga, sahabat, dan umatnya yang setia hingga akhir zaman.
Kami selaku kelompok 8 telah menyelesaikan makalah berdasarkan mata
kuliah Ilmu Kalam yang membahas tentang sejarah munculnya dan perkembangan
aliran khawarij dan aliran murji’ah. Yang didalamnya mencangkup sejarah
perkembangan aliran khawarij dan aliran murji’ah dan juga sekte-sekte yang ada
pada kedua aliran tersebut. Makalah ini dibuat guna menyelesaikan tugas mata
kuliah Ilmu Kalam pada semester II.
Dalam pembuatan makalah ini kami telah usahakan semaksimal mungkin
dengan bantuan dari berbagai pihak. Sehingga kami mengucapkan terimakasih
terhadap pihak-pihak yang telah membantu kami. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Kami sadar dalam penulisan makalah ini, masih banyak terdapat
kesalahan, baik disengaja maupun tidak sengaja. Untuk itu, kami meminta maaf
yang sebesar-besarnya. Kami mengharapa adanya kritik dan saran yang dapat
membantu menyempurnakan makalah kami.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Khawarij
adalah suatu kelompok/aliran pengikut Ali Bin Abi Thalib yang keluar
meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang
menerima arbitrase (Tahkim), dalam perang siffin pada tahun
37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi
Sufyan perihal persengketaan khilafah. Kelompok Khawarij pada mulanya
memandang Ali dan pasukannya berada dipihak yang benar karena Ali merupakah
khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah
berada di pihak yang salah karena membentuk khalifah yang tidak sah. Lagi pula
berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada
peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai
Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.
Seperti Khawarij, Murjiah juga muncul
karena persoalan politik. Setelah peristiwa tahkim, pengikut ‘Ali terpecah
menjadi dua golongan, yaitu golongan khawarij yang berbalik menentang ‘Ali dan
golongan syi’ah yang kuat mendukung ‘Ali. Meski bermusuhan, kedua golongan ini
sama-sama menentang kekuasaan Bani Umayyah. Namun, jika Khawrij menentang
Mu’awiyah karena dia dan pengikutnya telah menyimpang dari hukum Allah, Syi’ah
menentang Mu’awiyah karena dia telah merampas kekuasaan ‘Ali.
Maka
dalam makalah ini akan dibahas tentang “Sejarah Perkembangan Ilmu Kalam yaitu
Aliran Khawarij dan Aliran Murji’ah” sehingga pembaca dapat memahami tentang
ILMU KALAM dengan baik.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Jelaskan
sejarah munculnya aliran khawarij dan aliran murji’ah?
2.
Jelaskan
perkembangan munculnya aliran khawarij dan aliran murji’ah?
3.
Sebutkan
sekte-sekte dalam aliran khawarij dan aliran murji’ah?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui sejarah munculnya aliran khawarij
dan aliran murji’ah
2.
Untuk
mengetahui perkembangan dari munculnya liran khawarij dan aliran murjia’ah
3.
Untuk
mengetahui sekte-sekte yang ada dalam aliran khawarij maupun aliran murji’ah
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Aliran Khawarij
1.
Sejarah Munculnya Khawarij
Secara
etimologis kata al-khawarij berasal dari bahasa Arab,
yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak.
Sebagian sejarawan berpendapat bahwa setiap orang yang memisahkan diri dari
pimpinannya disebut Khawarij . Berdasarkan pengertian etimologi ini, khawarij berarti
setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.[1]
Adapun yang
dimaksud khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu
sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan
barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase
(tahkim).
2.
Latar belakang kemunculan Khawarij
Khawarij
ini adalah suatu kelompok/aliran pengikut Ali Bin Abi Thalib yang keluar
meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (Tahkim),
dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan
kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal
persengketaan khilafah[2].
Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada
dipihak yang benar karena Ali merupakah khalifah sah yang telah dibai’at
mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena
membentuk khalifah yang tidak sah. Lagi pula berdasarkan
estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan
itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah,
kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.
Ali
sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Muawiyah
sehingga ia bermaksud menolak permintaan itu. Namun, karena desakan
pengikutnya seperti Al-asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki at-Tamimi, dan Zaid
bin Husein ath-Tha’I dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar
(komandan pasukanya) untuk menghentikan peperangan.[3]
Setelah
menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai
delegasi juru damainya, tetapi orang-orang khawarij menolaknya. Mereka
beranggapan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri.
Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan
dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah.Keputusan tahkim, yakni Ali
diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya dan mengangkat
Muawiyah menjadi khalifah pengganti Ali sangat mengecewakan kaum khawarij
sehingga mereka membelot dan mengatakan,”Mengapa kalian berhukum kepada
manusia. Tidak ada hukum lain selain hukum yang ada disisi Allah”. Imam Ali
menjawab, “Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan keliru”. Pada
saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju
Hurura. Dengan arahan Abdullah al-Kiwa mereka smpai di Harura. Di Harura,
kelompok khawarij ini melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan juga Ali.
Mereka mengangkat seorang pemimpin bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.
3.
Sekte-sekte dan doktrin-doktrin pokok khawarij
Kaum
Khawarij terbagi kedalam beberapa sekte atau kelompok-kelompok. Perpecahan ini
dilatarbelakangi oleh perbedaan pendapat tentang siapa yang disebut orang kafir
dan siapa yang disebut orang mukmin, juga disebabkan oleh sikap radikalitas
yang meletak pada watak dan perbuatan mereka yang rentan pada terjadinya
perpecahan.
Beberapa
sekte beserta doktrinnya diantaranya :
a.
Sekte Al-Muhakkimah
Menurut sekte ini, hukum yang benar
hanyalah hukum Allah. Maka dari itu, mereka berpendapat bahwa ‘Ali, Mu’awiyah,
‘Amr ibn ‘Ash, dan ‘Abu Musa al-As’ari telah berbuat salah karena mereka telah
membuat keputusan diluar ketentuan Al-Qur’an dan perbuatan mereka telah membuat
mereka menjadi kafir. Golongan ini sangat gencar mempertahankan keyakinan
mereka sehingga membunuh siapa saja yang menjadi penentangnya. Mereka melakukan
pembunuhan sampai mereka sendiri terbunuh pula.[4]
b.
Sekte Al-Azariqah
Sekte ini adalah yang paling besar
diantara sekte yang ada dan dipelopori oleh Nafi’ ibn Azraq. Keadaan ini
terbukti pada waktu terjadi perang antara ‘Abdullah ibn Zubayr orang-orang
Mu’awiyah. Karena banyaknya pengikut sekte ini, ‘Abdullah ibn Zubayr terpaksa menggunakan tentara sampai
puluhan ribu orang. Akhirnya, semua pengikut al-Azariqah yang ditemukan
dibunuh.
c.
Sekte Al-Najdah
Pada mulanya sekte ini termasuk
sekte al-Azariqah. Lalu, kelompok ini memisahkan diri dari sekte al-Azariqah
atas inisiatif Abu Fudayl dan pengikutnya karena perbedaan pendapat tentang
hukum membunuh anak dan istri orang musyrik. Sekte al-Najdah inilah yang paling
moderat karena menurut mereka membunuh anak dan istri orang kafir tidak
dibolehkan.[5]
d.
Sekte Al’Ajaridah
Menurut sekte ini, hijrah ke
wilayah kaum Khawarij bukan kewajiban seperti yang dikatakan Nafi, tetapi
adalah kebajikan dan harta musuh tidak semuanya boleh diambil sebagai rampasan.
Yang boleh dirampas hanyalah harta musuh
yang sudah mati.[6]
e. Sekte Al-Sufriyah
Golongan ini pada umumnya mempunyai paham yang ekstreem. Diantara
doktrin-doktrinnya yang lebih moderat yaitu:
a)
Pengikut
Al-Sufriyah yang tidak berhijrah tidak dijdikan kafir.
b)
Tidak
sependapat bahwa anak-anak yang musyrik boleh dibunuh.
c)
Tidak
semua orang Al-Sufriyah sependapat bahwa orang yang melakukan dosa
d)
besar
itu telah menjadi musyrik.
e)
Daerah
golongan islam yang tidak sepaham dengan mereka tidak dianggap
sebagai al-harb, yaitu daerah yang harus diperangi.
f)
Kufur
ada dua macam yaitu kufr bi inkar al-ni’mah atau kufur yang
mengingkari
g)
rahmat
tuhan, dan kufr bi inkar al-rububiyah, atau kufur yang
mengingkari adanya tuhan.
h)
Taqiyah
dibolehkan dalam bentuk perkataan saja, dan tidak boleh dalam bentuk perbuatan.
Tapi untuk menjaga keamanan wanita islam boleh menikahi lelaki kafir kalau
berada di daerah bukan islam.
f.
Sekte
Al-Ibadiyah
Orang islam
yang tidak sepaham dengan mereka adalah bukan mukmin dan bukan musyrik tetapi
kafir.
4.
Perkembangan Khawarij
Khawarij
merupakan aliran teologi pertama yang muncul dalam dunia islam. aliran ini
mulai timbul pada abad ke-1 H (abad ke 8 M) pada masa pemerintahan Ali Bin Abi
Tholib, kholifah terakhir dari Al-khulafa Al-Rasyidin.[7]
Sejak terjadinya
arbitrase atau tahkim sebagai jalan menyelesaikan persengketaan mereka
menganggap Ali Bin Abi Tholib telah menyeleweng dari ajaran islam dan mereka
memandang Ali sebagai kafir. terhadap kholifah yang empat, mereka menganggap
bahwa khalifah Abu Bakar dan Umar seluruhnya dapat di terima karena telah di
angkat dan tidak menyeleweng di ajaran islam, akan tetapi pada masa Utsman
mereka beranggapan bahwa Utsman telah menyeleweng dari ajaran islam sejak tahun
ke-7 dari ke kholifahanya dan Ali menyeleweng dari ajaran islam sejak arbitrase
itu sehingga mereka tidak dapat menerimanya dan mereka menganggap Utsman dan
Ali menjadi kafir.
Pada masa
dinasti Umayah, kaum Khawarij sering melakukan peberontakan. Selanjutnya,
golongan-golongan Khawarij ekstrem dan radikal telah hilang dalam sejarah.
namun, ajaran-ajaran ekstrem mereka masih mempunyai pengaruh walaupun tidak
banyak dalam masyarakat islam sekarang. Khusus untuk golongan Al-Ibadiyah yang
menganut paham moderat, mereka mempunyai hubungan baik dengan khalifah Abdul
Malik Bin Marwan. Oleh karna itu, golongan Al-Ibadiyah ini masih ada sampai
sekarang yaitu di daerah Zanzibar, Afrika utara, Omman, dan Arabia salatan.
B.
Aliran Murji’ah
1.
Sejarah Munculnya Murji’ah
Kata Murjiah diambil dari kata arja’a
yang berarti menunda, melambatkan, dan mengemudiankan. Menurut Al-Syahrastani,
kata arja’a juga berarti mengharapkan. Jadi Murjiah bisa berarti aliran yang
mengemudiankan amal dari pada iman dan ada juga yang menunda persoalan dosa itu
sampai hari kiamat. [8]
Bisa pula Murjiah berarti suatu mazhab
kalam yang mengharapkan agar dosa-dosa itu diampuni dan ditukar oleh tuhan
dengan kebaikan.
Seperti Khawarij, Murjiah juga muncul
karena persoalan politik. Setelah peristiwa tahkim, pengikut ‘Ali terpecah
menjadi dua golongan, yaitu golongan khawarij yang berbalik menentang ‘Ali dan
golongan syi’ah yang kuat mendukung ‘Ali. Meski bermusuhan, kedua golongan ini
sama-sama menentang kekuasaan Bani Umayyah. Namun, jika Khawrij menentang
Mu’awiyah karena dia dan pengikutnya telah menyimpang dari hukum Allah, Syi’ah
menentang Mu’awiyah karena dia telah merampas kekuasaan ‘Ali.[9]
Dalam suasana pertentangan itu, lahirlah
Murjiah sebagai golongan yang ingin bersikap netral dan tidak mau ikut dalam
kafir-mengkafirkan seperti yang dilakukan kelompok yang bertentangan itu. Bagi
Murjiah, kelompok ‘Ali dan Mu’awiyah masih dapat dipercaya. Oleh sebab itu,
golongan ini tidak mau mengeluarkan pendapat tentang siapa yang salah atau yang
benar dan menunda penyelesaiannya pada hari kiamat.
Persoalan politik yang terjadi kemudian
menjalar kepada persoalan agama. Persoalan dosa besar yang ditimbulkan Khawarij
juga mendapat perhatian mereka. Bila khawarij menghukum kafir setiap orang yang
berdosa besar, murji’ah menganggapnya tetap mukmin dan pembalasan dosa mereka
ditunda dan diserahkan kepada tuhan pada hari kiamat kelak.[10]
Argumen yang mereka kemukakan adalah oang yang berbuat dosa besar masih tetap
mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya. Orang
seperti ini tetap mengucapkan syahadat sebagai dasar keimanan.
Golongan murji’ah dibagi kedalam dua
kelompok besar yaitu golongan moderat dan ekstrim. Golongan moderat mengatakan
orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi mukmin dan tidak kekal dalam
neraka. Mereka akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang
mereka lakukan dan kemudian masuk surga. Namun ada pula kemungkinan Tuhan
mengampuni mereka sehingga mereka tidak masuk neraka sama sekali.[11]
Golongan yang ekstrim dipelopori oleh
Jahm ibn Shafwan. Menurut Jahm orang islam yang percaya pada tuhan, kemudian
mengatakan kafir secara lisan, belum lah menjadi kafir karena iman dan kufur
terletak di dalam hati, bukan dalam bagian lain dari tubuh manusia. Bahkan
orang itu juga tidak menjadi kafir walaupun ia menyembah berhala, menjalankan
ajaran agama lain, menyembah salib, dan kemudian meninggal, orang-orang itu
bagi Allah tetap menjadi mukmin yang sempurna.
Karena iman bagi golongan Murji’ah
terletak dalam hati, bahwa hanya Tuhan yang mengetahui, timbullah dalam
pendapat mereka bahwa melakukan maksiat, atau pekerjaan jahat tidak merusak iman.
Jika seorang mati dalam keadaan beriman, dosa-dosa dan pekerjaan jahat yang
dilakukannya tidak merugikan orang itu.[12]
Pemikiran-pemikiran diatas menimbulkan
pengertian bahwa amal tidak sepenting iman. Iman terletak dalam hati dan tidak
ada orang lain yang mengetahuinya. Perbuatan-perbuatan manusia tidak selalu
menggambarkan apa yang ada di dalam hatinya. Oleh sebab itu, yang penting
adalah iman dan perbuatan yang tidak merusak iman.
2.
Pemikiran Teologi Murji’ah
Doktrin-doktrin pokok Murji’ah yaitu:
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja
atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik
maupun teologis.
a. Di
bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral atau
nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya,
kelompok Murji’ah dikenal pula sebagai the queietists (kelompok bungkam).
b. Di
bidang teologi, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi
persoalan-persoalan yang muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya,
persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga
mencakup iman, kufur, dosa besar, dan ringan (mortal and venial sains), tauhid,
tafsir al-Qur’an, eskatologi, pengampunan dosa besar, kemaksuman Nabi (the
impeccability of the prophet), hukuman atau dosa (punishment of sains), ada
yang kafir (infidel) di kalangan generasi awal Islam, tobat (redress of
wrongs), hakikat Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan
(predestination).
Masih
berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat
ajaran pokoknya, yaitu:[13]
a. Menunda
hukuman atas Ali, Mu'awiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa al-Asy’ari yang terlibat
tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
b. Menyerahkan
keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c. Meletakkan
(pentingnya) iman daripada amal.
d. Memberikan
pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan
rahmat dari Allah.
Sementara
itu, Abu ‘A’la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:
a.
Iman adalah
percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak
merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang
tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan prbuatan yang difardhukan dan
melakukan dosa besar.
b.
Dasar
keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat
tidak dapat mendatangkan mudharat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk
mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik
dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
BAB 3
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Khawarij merupakan
aliran yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Hal ini terjadi karena
tidak setuju dengan keputusan Ali bin Abi Thalib dalam menyelesaikan
persengketaan tentang khilafah dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Atau dapat
dikatakan tidak setuju dengan adanya tahkim (arbitrase).
2.
Sedangkan Murji'ah yaitu
golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan yang terjadi pada
kaum Khawarij dan Syi’ah yang sama-sama menentang kekuasaan
Bani Umayyah. Dalam pertentangan inilah timbul suatu golongan baru yang ingin
bersifat netral dalam praktek kafir-mengkafirkan yang terjadi antara golongan
yang bertentangan itu.
3.
Munculnya
aliran-aliran kalam seperti Khawarij dan Murji’ahtidak
terlepas dari permasalahan politik dan teologi.
4.
Aliran-aliran Khawrij dan Murji’ah tak
mempunyai wujud lagi, kecuali dalam sejarah. Adapun yang masih ada sampai
sekarang adalah aliran As’ariyah dan Maturidiyah yang keduanya
disebut Ahlussunnah wal-jama’aah.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari adanya banyak kesalahan
dan kekurangan. Sehingga kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun dan bersifat memperbaiki dari pembaca makalah ini agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Harun
Nasution, 1985, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, cet.1,
UI. Press
Harun
Nasution, 1978, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa
Perbandingan, Jakarta: Univesitas Indonesia Pers
Afrizal
M., 2010, Ulama dan Cendekiawan Muslim Ibn Rusyd:Tujuh Perdebatan Utama
Dalam Teologi Islam, Jakarta:Penerbit Erlangga
Novan
Ardy Wiyani, 2013, Ilmu Kalam, Bumiayu: Teras
[1] Novan
Ardy Wiyani, Ilmu Kalam, (Bumiayu: Teras, 2013), hlm. 38.
[2] Harun
Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (UI.
Press,cet.1, 1985), hlm.11.
[4] Ibid.,
hlm.42.
[5] Harun
Nasution, op.cit, hlm.15.
[6] Ibid.
[7] Afrizal
M., Ulama dan Cendekiawan Muslim Ibn Rusyd:Tujuh Perdebatan Utama Dalam
Teologi Islam,(Jakarta:Penerbit Erlangga,2010), hlm. 26.
[8] Novan
Ardy Wiyani,M.Pd.I., op.cit., hlm.62.
[9] Harun
Nasution, op.cit., hlm. 25.
[10] Ibid.,hlm.27.
[11] Novan
Ardy Wiyani,M.Pd.I., op.cit., hlm.64.
[12] Harun
Nasution, op.cit., hlm. 29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar