Selasa, 24 Oktober 2017

SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN KHAWARIJ DAN ALIRAN MURJI’AH

MAKALAH ILMU KALAM
SEJARAH  PERKEMBANGAN  ALIRAN  KHAWARIJ DAN ALIRAN MURJI’AH
Dosen pembimbing: Drs. Attabik M.Ag


logo iaiig















DISUSUN OLEH:
1.     Riskiana Dwi  M.C.          (1623211030)
2.     Siti Hayati              (1623211015)



FAKULTAS TARBIYAH PRODI PAI A
INSTITUT AGAMA ISLAM IMAM GHAZALI (IAIIG) CILACAP
TAHUN AJARAN 2017

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ulumul hadits. Salawat dan salam tak lupa kami sampaikan kepada Rasulullah Saw,beserta keluarga, sahabat, dan umatnya yang setia hingga akhir zaman.
Kami selaku kelompok 8 telah menyelesaikan makalah berdasarkan mata kuliah Ilmu Kalam yang membahas tentang sejarah munculnya dan perkembangan aliran khawarij dan aliran murji’ah. Yang didalamnya mencangkup sejarah perkembangan aliran khawarij dan aliran murji’ah dan juga sekte-sekte yang ada pada kedua aliran tersebut. Makalah ini dibuat guna menyelesaikan tugas mata kuliah  Ilmu Kalam pada semester II.
Dalam pembuatan makalah ini kami telah usahakan semaksimal mungkin dengan bantuan dari berbagai pihak. Sehingga kami mengucapkan terimakasih terhadap pihak-pihak yang telah membantu kami. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Kami sadar dalam penulisan makalah ini, masih banyak terdapat kesalahan, baik disengaja maupun tidak sengaja. Untuk itu, kami meminta maaf yang sebesar-besarnya. Kami mengharapa adanya kritik dan saran yang dapat membantu menyempurnakan makalah kami.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Penyusun

 


 

DAFTAR ISI







BAB I

PENDAHULUAN


A.     LATAR BELAKANG

Khawarij adalah suatu kelompok/aliran pengikut Ali Bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (Tahkim), dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah. Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada dipihak yang benar karena Ali merupakah khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena membentuk khalifah yang tidak sah. Lagi pula berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.
       Seperti Khawarij, Murjiah juga muncul karena persoalan politik. Setelah peristiwa tahkim, pengikut ‘Ali terpecah menjadi dua golongan, yaitu golongan khawarij yang berbalik menentang ‘Ali dan golongan syi’ah yang kuat mendukung ‘Ali. Meski bermusuhan, kedua golongan ini sama-sama menentang kekuasaan Bani Umayyah. Namun, jika Khawrij menentang Mu’awiyah karena dia dan pengikutnya telah menyimpang dari hukum Allah, Syi’ah menentang Mu’awiyah karena dia telah merampas kekuasaan ‘Ali.
       Maka dalam makalah ini akan dibahas tentang “Sejarah Perkembangan Ilmu Kalam yaitu Aliran Khawarij dan Aliran Murji’ah” sehingga pembaca dapat memahami tentang ILMU KALAM dengan baik.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Jelaskan sejarah munculnya aliran khawarij dan aliran murji’ah?
2.      Jelaskan perkembangan munculnya aliran khawarij dan aliran murji’ah?
3.      Sebutkan sekte-sekte dalam aliran khawarij dan aliran murji’ah?

C.     TUJUAN

1.      Untuk  mengetahui sejarah munculnya aliran khawarij dan aliran murji’ah
2.      Untuk mengetahui perkembangan dari munculnya liran khawarij dan aliran murjia’ah
3.      Untuk mengetahui sekte-sekte yang ada dalam aliran khawarij maupun aliran murji’ah



BAB I

PEMBAHASAN

A.    Aliran Khawarij

1.     Sejarah Munculnya Khawarij

Secara etimologis kata al-khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Sebagian sejarawan berpendapat bahwa setiap orang yang memisahkan diri dari pimpinannya disebut Khawarij . Berdasarkan pengertian etimologi ini, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.[1]
Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim).

2.     Latar belakang kemunculan Khawarij

Khawarij ini adalah suatu kelompok/aliran pengikut Ali Bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (Tahkim), dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah[2]. Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada dipihak yang benar karena Ali merupakah khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena membentuk khalifah yang tidak sah. Lagi pula berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Muawiyah sehingga ia bermaksud menolak permintaan itu. Namun, karena  desakan pengikutnya seperti Al-asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki at-Tamimi, dan Zaid bin Husein ath-Tha’I dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukanya) untuk menghentikan peperangan.[3]
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damainya, tetapi orang-orang khawarij menolaknya. Mereka beranggapan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah.Keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya dan mengangkat Muawiyah menjadi khalifah pengganti Ali sangat mengecewakan kaum khawarij sehingga mereka membelot dan mengatakan,”Mengapa kalian berhukum kepada manusia. Tidak ada hukum lain selain hukum yang ada disisi Allah”. Imam Ali menjawab, “Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan keliru”. Pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Dengan arahan Abdullah al-Kiwa mereka smpai di Harura. Di Harura, kelompok khawarij ini melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan juga Ali. Mereka mengangkat seorang pemimpin bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.

3.     Sekte-sekte dan doktrin-doktrin pokok khawarij

Kaum Khawarij terbagi kedalam beberapa sekte atau kelompok-kelompok. Perpecahan ini dilatarbelakangi oleh perbedaan pendapat tentang siapa yang disebut orang kafir dan siapa yang disebut orang mukmin, juga disebabkan oleh sikap radikalitas yang meletak pada watak dan perbuatan mereka yang rentan pada terjadinya perpecahan.
Beberapa sekte beserta doktrinnya diantaranya :

a.      Sekte Al-Muhakkimah

Menurut sekte ini, hukum yang benar hanyalah hukum Allah. Maka dari itu, mereka berpendapat bahwa ‘Ali, Mu’awiyah, ‘Amr ibn ‘Ash, dan ‘Abu Musa al-As’ari telah berbuat salah karena mereka telah membuat keputusan diluar ketentuan Al-Qur’an dan perbuatan mereka telah membuat mereka menjadi kafir. Golongan ini sangat gencar mempertahankan keyakinan mereka sehingga membunuh siapa saja yang menjadi penentangnya. Mereka melakukan pembunuhan sampai mereka sendiri terbunuh pula.[4]

b.      Sekte Al-Azariqah

Sekte ini adalah yang paling besar diantara sekte yang ada dan dipelopori oleh Nafi’ ibn Azraq. Keadaan ini terbukti pada waktu terjadi perang antara ‘Abdullah ibn Zubayr orang-orang Mu’awiyah. Karena banyaknya pengikut sekte ini, ‘Abdullah ibn  Zubayr terpaksa menggunakan tentara sampai puluhan ribu orang. Akhirnya, semua pengikut al-Azariqah yang ditemukan dibunuh.

c.       Sekte Al-Najdah

Pada mulanya sekte ini termasuk sekte al-Azariqah. Lalu, kelompok ini memisahkan diri dari sekte al-Azariqah atas inisiatif Abu Fudayl dan pengikutnya karena perbedaan pendapat tentang hukum membunuh anak dan istri orang musyrik. Sekte al-Najdah inilah yang paling moderat karena menurut mereka membunuh anak dan istri orang kafir tidak dibolehkan.[5]

d.      Sekte Al’Ajaridah

Menurut sekte ini, hijrah ke wilayah kaum Khawarij bukan kewajiban seperti yang dikatakan Nafi, tetapi adalah kebajikan dan harta musuh tidak semuanya boleh diambil sebagai rampasan. Yang boleh dirampas hanyalah  harta musuh yang sudah mati.[6]

e.      Sekte Al-Sufriyah

Golongan ini pada umumnya mempunyai paham yang ekstreem. Diantara doktrin-doktrinnya yang lebih moderat yaitu:
a)      Pengikut Al-Sufriyah yang tidak berhijrah tidak dijdikan kafir.
b)      Tidak sependapat bahwa anak-anak yang musyrik boleh dibunuh.
c)      Tidak semua orang Al-Sufriyah sependapat bahwa orang yang melakukan dosa
d)     besar itu telah menjadi musyrik.
e)      Daerah golongan islam yang tidak sepaham dengan mereka tidak dianggap sebagai al-harb, yaitu daerah yang harus diperangi.
f)       Kufur ada dua macam yaitu kufr bi inkar al-ni’mah atau kufur yang mengingkari
g)      rahmat tuhan,  dan kufr bi inkar al-rububiyah, atau kufur yang mengingkari adanya tuhan.
h)      Taqiyah dibolehkan dalam bentuk perkataan saja, dan tidak boleh dalam bentuk perbuatan. Tapi untuk menjaga keamanan wanita islam boleh menikahi lelaki kafir kalau berada di daerah bukan islam.

f.        Sekte Al-Ibadiyah

Orang islam yang tidak sepaham dengan mereka adalah bukan mukmin dan bukan musyrik tetapi kafir.

4.     Perkembangan Khawarij

Khawarij merupakan aliran teologi pertama yang muncul dalam dunia islam. aliran ini mulai timbul pada abad ke-1 H (abad ke 8 M) pada masa pemerintahan Ali Bin Abi Tholib, kholifah terakhir dari Al-khulafa Al-Rasyidin.[7]
Sejak terjadinya arbitrase atau tahkim sebagai jalan menyelesaikan persengketaan mereka menganggap Ali Bin Abi Tholib telah menyeleweng dari ajaran islam dan mereka memandang Ali sebagai kafir. terhadap kholifah yang empat, mereka menganggap bahwa khalifah Abu Bakar dan Umar seluruhnya dapat di terima karena telah di angkat dan tidak menyeleweng di ajaran islam, akan tetapi pada masa Utsman mereka beranggapan bahwa Utsman telah menyeleweng dari ajaran islam sejak tahun ke-7 dari ke kholifahanya dan Ali menyeleweng dari ajaran islam sejak arbitrase itu sehingga mereka tidak dapat menerimanya dan mereka menganggap Utsman dan Ali menjadi kafir.
Pada masa dinasti Umayah, kaum Khawarij sering melakukan peberontakan. Selanjutnya, golongan-golongan Khawarij ekstrem dan radikal telah hilang dalam sejarah. namun, ajaran-ajaran ekstrem mereka masih mempunyai pengaruh walaupun tidak banyak dalam masyarakat islam sekarang. Khusus untuk golongan Al-Ibadiyah yang menganut paham moderat, mereka mempunyai hubungan baik dengan khalifah Abdul Malik Bin Marwan. Oleh karna itu, golongan Al-Ibadiyah ini masih ada sampai sekarang yaitu di daerah Zanzibar, Afrika utara, Omman, dan Arabia salatan.



B.    Aliran Murji’ah

1.     Sejarah Munculnya Murji’ah

       Kata Murjiah diambil dari kata arja’a yang berarti menunda, melambatkan, dan mengemudiankan. Menurut Al-Syahrastani, kata arja’a juga berarti mengharapkan. Jadi Murjiah bisa berarti aliran yang mengemudiankan amal dari pada iman dan ada juga yang menunda persoalan dosa itu sampai hari kiamat. [8]  Bisa pula Murjiah berarti suatu mazhab kalam yang mengharapkan agar dosa-dosa itu diampuni dan ditukar oleh tuhan dengan kebaikan.
       Seperti Khawarij, Murjiah juga muncul karena persoalan politik. Setelah peristiwa tahkim, pengikut ‘Ali terpecah menjadi dua golongan, yaitu golongan khawarij yang berbalik menentang ‘Ali dan golongan syi’ah yang kuat mendukung ‘Ali. Meski bermusuhan, kedua golongan ini sama-sama menentang kekuasaan Bani Umayyah. Namun, jika Khawrij menentang Mu’awiyah karena dia dan pengikutnya telah menyimpang dari hukum Allah, Syi’ah menentang Mu’awiyah karena dia telah merampas kekuasaan ‘Ali.[9]
       Dalam suasana pertentangan itu, lahirlah Murjiah sebagai golongan yang ingin bersikap netral dan tidak mau ikut dalam kafir-mengkafirkan seperti yang dilakukan kelompok yang bertentangan itu. Bagi Murjiah, kelompok ‘Ali dan Mu’awiyah masih dapat dipercaya. Oleh sebab itu, golongan ini tidak mau mengeluarkan pendapat tentang siapa yang salah atau yang benar dan menunda penyelesaiannya pada hari kiamat.
       Persoalan politik yang terjadi kemudian menjalar kepada persoalan agama. Persoalan dosa besar yang ditimbulkan Khawarij juga mendapat perhatian mereka. Bila khawarij menghukum kafir setiap orang yang berdosa besar, murji’ah menganggapnya tetap mukmin dan pembalasan dosa mereka ditunda dan diserahkan kepada tuhan pada hari kiamat kelak.[10] Argumen yang mereka kemukakan adalah oang yang berbuat dosa besar masih tetap mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya. Orang seperti ini tetap mengucapkan syahadat sebagai dasar keimanan.
       Golongan murji’ah dibagi kedalam dua kelompok besar yaitu golongan moderat dan ekstrim. Golongan moderat mengatakan orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi mukmin dan tidak kekal dalam neraka. Mereka akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang mereka lakukan dan kemudian masuk surga. Namun ada pula kemungkinan Tuhan mengampuni mereka sehingga mereka tidak masuk neraka sama sekali.[11]
       Golongan yang ekstrim dipelopori oleh Jahm ibn Shafwan. Menurut Jahm orang islam yang percaya pada tuhan, kemudian mengatakan kafir secara lisan, belum lah menjadi kafir karena iman dan kufur terletak di dalam hati, bukan dalam bagian lain dari tubuh manusia. Bahkan orang itu juga tidak menjadi kafir walaupun ia menyembah berhala, menjalankan ajaran agama lain, menyembah salib, dan kemudian meninggal, orang-orang itu bagi Allah tetap menjadi mukmin yang sempurna.
       Karena iman bagi golongan Murji’ah terletak dalam hati, bahwa hanya Tuhan yang mengetahui, timbullah dalam pendapat mereka bahwa melakukan maksiat, atau pekerjaan jahat tidak merusak iman. Jika seorang mati dalam keadaan beriman, dosa-dosa dan pekerjaan jahat yang dilakukannya tidak merugikan orang itu.[12]
       Pemikiran-pemikiran diatas menimbulkan pengertian bahwa amal tidak sepenting iman. Iman terletak dalam hati dan tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Perbuatan-perbuatan manusia tidak selalu menggambarkan apa yang ada di dalam hatinya. Oleh sebab itu, yang penting adalah iman dan perbuatan yang tidak merusak iman.

2.     Pemikiran Teologi Murji’ah

       Doktrin-doktrin pokok Murji’ah yaitu: Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis.
a.       Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah dikenal pula sebagai the queietists (kelompok bungkam).
b.      Di bidang teologi, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persoalan-persoalan yang muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa besar, dan ringan (mortal and venial sains), tauhid, tafsir al-Qur’an, eskatologi, pengampunan dosa besar, kemaksuman Nabi (the impeccability of the prophet), hukuman atau dosa (punishment of sains), ada yang kafir (infidel) di kalangan generasi awal Islam, tobat (redress of wrongs), hakikat Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan (predestination).
Masih berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:[13]
a.       Menunda hukuman atas Ali, Mu'awiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa al-Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
b.      Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c.       Meletakkan (pentingnya) iman daripada amal.
d.      Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara itu, Abu ‘A’la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:
a.                   Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan prbuatan yang difardhukan dan melakukan dosa besar.
b.                  Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan mudharat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.


BAB 3

PENUTUP


A.     KESIMPULAN

1.         Khawarij merupakan aliran yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Hal ini terjadi karena tidak setuju dengan keputusan Ali bin Abi Thalib dalam menyelesaikan persengketaan tentang khilafah dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Atau dapat dikatakan tidak setuju dengan adanya tahkim (arbitrase).
2.         Sedangkan Murji'ah yaitu golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan yang terjadi pada kaum Khawarij dan Syi’ah yang sama-sama menentang kekuasaan Bani Umayyah. Dalam pertentangan inilah timbul suatu golongan baru yang ingin bersifat netral dalam praktek kafir-mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan itu.
3.         Munculnya aliran-aliran kalam seperti Khawarij dan Murji’ahtidak terlepas  dari permasalahan politik dan teologi.
4.         Aliran-aliran Khawrij dan Murji’ah tak mempunyai wujud lagi, kecuali dalam sejarah. Adapun yang masih ada sampai sekarang adalah aliran As’ariyah dan Maturidiyah yang keduanya disebut Ahlussunnah wal-jama’aah.

B.     SARAN


Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari adanya banyak kesalahan dan kekurangan. Sehingga kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dan bersifat memperbaiki dari pembaca makalah ini agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


DAFTAR PUSTAKA

Harun Nasution, 1985, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, cet.1, UI. Press
Harun Nasution, 1978, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: Univesitas Indonesia Pers
Afrizal M., 2010, Ulama dan Cendekiawan Muslim Ibn Rusyd:Tujuh Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam, Jakarta:Penerbit Erlangga
Novan Ardy Wiyani, 2013, Ilmu Kalam, Bumiayu: Teras




[1] Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam, (Bumiayu: Teras, 2013), hlm. 38.
[2] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (UI. Press,cet.1, 1985), hlm.11.
[3] Novan Ardy Wijaya, op.cit, hlm. 24-28.

[4] Ibid., hlm.42.
[5] Harun Nasution, op.cit, hlm.15.
[6] Ibid.
[7] Afrizal M., Ulama dan Cendekiawan Muslim Ibn Rusyd:Tujuh Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam,(Jakarta:Penerbit Erlangga,2010), hlm. 26.
[8] Novan Ardy Wiyani,M.Pd.I., op.cit., hlm.62.
[9] Harun Nasution, op.cit., hlm. 25.
[10] Ibid.,hlm.27.
[11] Novan Ardy Wiyani,M.Pd.I., op.cit., hlm.64.
[12] Harun Nasution, op.cit., hlm. 29.
[13] Ibid.,hlm. 22-23.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BELAJAR SAMBIL BERMAIN "TEBAK PLANET"

Tata surya merupakan salah satu materi pelajaran dalam IPA yang sangat penting. Di dalam tata surya meliputi berbagai macam komponen, s...