Kamis, 30 November 2017

MAHAR

A.    Pengertian Mahar
Mahar (maskawin) adalah sesuatu yang diberikan oleh calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita saat pernikahan yang berupa uang atau barang (harta benda). Hal ini sesuai dengan firman Alloh SWT dalam surat An-Nisa ayat 4:
وَءَاتُواْ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَـٰتِہِنَّ نِحۡلَةً۬‌
Artinya: “Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (Q.S. An-Nisa:4)
Pemberian mahar ini wajib atas laki-laki, tetapi tidak menjadi rukun nikah, dan apabila tidak disebutkan pada waktu akad, pernikahan itu pun tetap sah. Banyaknya mas kawin itu tidak dibatasi oleh syariat isam, melainkan menurut kemampuan suami beserta keridhoan si istri. Suami hendaklah benar-benar sanggup membayarnya karena mahar itu apabila telah ditetapkan, maka jumlahnya akan menjadi utang atas suami, dan wajib dibayar seperti halnya seperti uatang kepada orang lain. Kalau tidak dibayar, akan dimintai pertanggungjawabannya di hari kemudian. Janganlah terpedaya dengan kebiasaaan yang bermegah-megah. Dengan banyak mahar sehingga si laki-laki menerima perjanjian itu karena utang. Sedangkan dia tidak ingat akibat yang akan menimpa dirinya. Perempuan atau istri pun wajib membayar zakat maharnya itu sebagaiman dia wajib membayar zakat uangnya yang dipiutangnya.
B.     Besarnya Mahar dalam Pernikahan
Selama ini mahar selalu identik dengan uang atau barang lain yang sifatnya duniawi. Tetapi sebenarnya mahar tidak harus identik dengan uang, emas, rumah atau yang lainnya. Mahar juga bisa berupa sesuatu yang bersifat akhirati, misalnya saja seperti keimanan, seperti yang ada pada sejarah mengenai mahar yang diminta oleh Ummu Sulaim kepada Abu Thalhah. Dapat juga berupa ilmu atau dengan hafalan Al-Qur’an atau berupa kemerdekaan / pembebasan budak, dan bisa juga denga apa saja yang dapat diambil manfaatnya. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Qoshosh ayat 27
tAs  
Artinya: “Berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk orang- orang yang baik". (QS. Al-Qoshash:27)
Mahar dapat berupa:
1)      Mahar dengan bacaan ayat Al-Qur’an.
Di riwayatkan dari Sahl bin Sa’ad, bahwa Nabi SAW. pernah didatangi seorang perempuan, lalu berkata: “Ya Rasulallah sesungguhnya saya menyerahkan diri kepada tuan.” lalu ia berdiri lama sekali. kemudian tampil seorang laki-laki dan berkata: “Ya, Rasulullah, kawinkanlah saya kepada perempuan ini seandainya tuan tiada berhasrat kepadanya.” Rasulullah SAW. menjawab: “Apakah kamu mempunyai sesuatu untuk membayar mahar kepadanya?” jawabnya: “Saya tidak punya apa-apa kecuali sarung yang sedang saya pakai ini.” Nabi SAW. berkata lagi: “jika sarung tersebut engkau berikan kepadanya, tentu engkau duduk tanpa berkain lagi. karena itu carilah sesuatu.” lalu ia mencari tapi tidak mendapatkan apa-apa. maka Rasulullah SAW. bersabda kepadanya: “Adakah padamu sesuatu ayat al-qur’an?” jawabnya: “ada. yaitu surat anu dan surat anu.” lalu Nabi SAW. berdabda: “Sekarang kamu berdua saya nikahkan dengan mahar al-qur’an yang ada padamu.” (H.R. Bukhari, Muslim).
2)      Mahar masuk islam.
Di ceritakan dari Anas R.A., bahwa Abu Thalhah pernah meminang Ummu Sulaim katanya: “Demi Allah,orang seperti anda tak patut ditolak lamarannya, tetapi anda orang kafir sedangkan saya orang islam. saya tidak halal dengan anda, jika anda mau masuk islam, itu jadi maharnya, dan saya tidak meminta kepada anda sesuatu yang lain.” maka jadilah keislamannya sebagi maharnya.
3)      Mahar dengan sepasang sandal.
Di riwayatkan dari Amir bin Rabi’ah bahwa ada seorang perempuan bani Fazarah dinikahkan dengan mahar sepasang sandal, lalu Rasulullah SAW. bersabda:”Apakah engkau relakan dirimu dan milikmu dengan sepasang sandal ?” jawabnya: “ya” lalu Nabi membolehkannya…..(H.R. Ahmad, Ibnu Majah Dan Tirmidzi, Dan Ia Sahkan).
4)      Mahar sesuai kemampuan.
Dari Umar bin Khattab: bahwa ia telah melarang dalam pidatonya, yaitu membayar mahar lebih dari 400 dirham. dan setelah ia turun dari mimbar maka seorang perempuan quraisy mencegatnya, lalu berkata: “Tidakkah tuan tahu firman Allah   ( وَءَاتَيۡتُمۡ  حۡدَٮٰهُنَّ  قِنطَارً۬ا ) sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak,(Q.S. An-Nisa:20).
Lalu Umar menjawab: “Ya Allah, saya mohon maaf, orang-orang lain kiranya lebih pintar daripada Umar.” kemudian beliau cabut keputusannya, lalu naik ke atas mimbar kembali dan berpidato: “Sesungguhnya saya tadi telah melarang kepadamu memberi mahar lebih dari 400 dirham. sekarang siapa yang mau memberi lebih daripada harta yang dicintainya, terserah.” (H.R. Sa’ad bin Mansur dan Abu Ya’la dengan sanad baik).
5)      Menikahlah walau dengan mahar cincin dari besi.
Sang Nabi Saw bersabda riwayat Shohih Bukhori: “Tazawwajuu Walau Bikhootim Min Hadiid” nikahlah kalian walau dengan mahar cincin dari besi”.
mungkin ada pertanyaan dalam hati kita, kenapa Rasulullah SAW tidak menyebutkan mahar cincin emas, cincin kawin emas, cincin nikah berlian, cincin nikah emas berlian, cincin platina, cincin kawin palladium atau cincin kawin perak, bahkan beliau menyebutnya cincin besi.
Dalam hal ini Rasulullah SAW tidak menyamakan nilai kedudukan wanita semurah cincin besi. Akan tetapi, Rasul SAW memudahkan pernikahan dengan mahar sesuai kemampuan (tidak harus mahal). Jika di antara kita hendak menikahi wanita dengan mahar barang berharga misalkan cincin emas, cincin berlian, cincin emas kawin atau lainnya.
Dalam memberikan mahar diperbolehkan asalkan tidak berlebih-lebihan dan perlu diingat bahwa seorang wanita yang baik tidak akan memberatkan ataupun menyusahkan calon suaminya didalam urusan mahar. Tetapi jika calon suami mampu memberikan mahar yang mahal serta banyak tanpa menyusahkan itu memang dianjurkan.
Di ceritakan dari ‘Aisyah R.A. bahwa Nabi Saw. bersabda: “Sesungguhnya perkawinan yang besar barakahnya adalah yang paling murah maharnya.” dan sabdanya pula: “Perempuan yang baik hati adalah yang murah maharnya, memudahkan dalam urusan perkawinannya dan baik akhlaknya. sedang perempuan yang celaka yaitu yang maharnya mahal, sulit perkawinannya dan buruk akhlaknya.”

C.     Dasar Hukum Mahar
Menurut Imam Syafi’i, mahar dalah sesuatu yang wajib diberikan oleh sorang calon suami kepada calon istrinya. Sehingga fungsi mahar adalah dihalalkannya anggota badan calon istri untuk calon suaminya. Dalam hal ini bukan berarti kehormatan seorang wanita dinilai sebanding dengan nilai mahar yang diberikan. Sedangkan menurut Imam Maliki, mengatakan mahar adalah rukun nikah, sehingga hukumnya adalah wajib. Imam Hanafi berpendapat bahwa hukumnya boleh tetapi mahar tidak termasuk dalam rukun dan sahnya perkawinan.
Memberikan Mahar Kepada Para Isteri Adalah Wajib, Mahar Bukanlah Sebagai Pembelian Atau Ganti Rugi, Di Surat (An-Nisa’: 4) :

Artinya: “Berikanlah Maskawin (Mahar) Kepada Wanita (Yang Kamu Nikahi) Sebagai Pemberian Dengan Penuh Kerelaan. Kemudian Jika Mereka Menyerahkan Kepada Kamu Sebagian Dari Maskawin Itu Dengan Senang Hati, Maka Makanlah (Ambillah) Pemberian Itu (Sebagai Makanan) Yang Sedap Lagi Baik Akibatnya.”(QS. An-Nisa’:4)
Jika Isteri Berkenan Memberikan Sebagian Maharnya Kepadamu Dengan Ikhlas Tanpa Paksaan, Maka Terimalah Dengan Baik, Dibolehkan. Di Surat (An-Nisa’: 20) :
    

Artinya: “Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ? (QS. An-Nisa’:20)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BELAJAR SAMBIL BERMAIN "TEBAK PLANET"

Tata surya merupakan salah satu materi pelajaran dalam IPA yang sangat penting. Di dalam tata surya meliputi berbagai macam komponen, s...