MAHAR
A.
Pengertian
Mahar
Mahar (maskawin)
adalah sesuatu yang diberikan oleh calon mempelai laki-laki kepada calon
mempelai wanita saat pernikahan yang berupa uang atau barang (harta benda). Hal
ini sesuai dengan firman Alloh SWT dalam surat An-Nisa ayat 4:
وَءَاتُواْ
ٱلنِّسَآءَ صَدُقَـٰتِہِنَّ نِحۡلَةً۬
Artinya: “Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (Q.S. An-Nisa:4)
Pemberian mahar
ini wajib atas laki-laki, tetapi tidak menjadi rukun nikah, dan apabila tidak
disebutkan pada waktu akad, pernikahan itu pun tetap sah. Banyaknya mas kawin
itu tidak dibatasi oleh syariat isam, melainkan menurut kemampuan suami beserta
keridhoan si istri. Suami hendaklah benar-benar sanggup membayarnya karena
mahar itu apabila telah ditetapkan, maka jumlahnya akan menjadi utang atas
suami, dan wajib dibayar seperti halnya seperti uatang kepada orang lain. Kalau
tidak dibayar, akan dimintai pertanggungjawabannya di hari kemudian. Janganlah
terpedaya dengan kebiasaaan yang bermegah-megah. Dengan banyak mahar sehingga
si laki-laki menerima perjanjian itu karena utang. Sedangkan dia tidak ingat akibat
yang akan menimpa dirinya. Perempuan atau istri pun wajib membayar zakat
maharnya itu sebagaiman dia wajib membayar zakat uangnya yang dipiutangnya.
B.
Besarnya
Mahar dalam Pernikahan
Selama ini
mahar selalu identik dengan uang atau barang lain yang sifatnya duniawi. Tetapi
sebenarnya mahar tidak harus identik dengan uang, emas, rumah atau yang
lainnya. Mahar juga bisa berupa sesuatu yang bersifat akhirati, misalnya saja seperti
keimanan, seperti yang ada pada sejarah mengenai mahar yang diminta oleh Ummu
Sulaim kepada Abu Thalhah. Dapat juga berupa ilmu atau dengan hafalan Al-Qur’an
atau berupa kemerdekaan / pembebasan budak, dan bisa juga denga apa saja yang
dapat diambil manfaatnya. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Qoshosh ayat 27
tAs
Artinya: “Berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas
dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak
memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk orang- orang
yang baik". (QS. Al-Qoshash:27)
Mahar dapat berupa:
1)
Mahar
dengan bacaan ayat Al-Qur’an.
Di
riwayatkan dari Sahl bin Sa’ad, bahwa Nabi SAW. pernah didatangi seorang
perempuan, lalu berkata: “Ya Rasulallah sesungguhnya saya menyerahkan diri
kepada tuan.” lalu ia berdiri lama sekali. kemudian tampil seorang laki-laki
dan berkata: “Ya, Rasulullah, kawinkanlah saya kepada perempuan ini seandainya
tuan tiada berhasrat kepadanya.” Rasulullah SAW. menjawab: “Apakah kamu
mempunyai sesuatu untuk membayar mahar kepadanya?” jawabnya: “Saya tidak punya
apa-apa kecuali sarung yang sedang saya pakai ini.” Nabi SAW. berkata lagi: “jika
sarung tersebut engkau berikan kepadanya, tentu engkau duduk tanpa berkain
lagi. karena itu carilah sesuatu.” lalu ia mencari tapi tidak mendapatkan apa-apa.
maka Rasulullah SAW. bersabda kepadanya: “Adakah padamu sesuatu ayat
al-qur’an?” jawabnya: “ada. yaitu surat anu dan surat anu.” lalu Nabi SAW.
berdabda: “Sekarang kamu berdua saya nikahkan dengan mahar al-qur’an yang ada
padamu.” (H.R. Bukhari, Muslim).
2)
Mahar
masuk islam.
Di ceritakan
dari Anas R.A., bahwa Abu Thalhah pernah meminang Ummu Sulaim katanya: “Demi
Allah,orang seperti anda tak patut ditolak lamarannya, tetapi anda orang kafir
sedangkan saya orang islam. saya tidak halal dengan anda, jika anda mau masuk
islam, itu jadi maharnya, dan saya tidak meminta kepada anda sesuatu yang
lain.” maka jadilah keislamannya sebagi maharnya.
3)
Mahar
dengan sepasang sandal.
Di riwayatkan
dari Amir bin Rabi’ah bahwa ada seorang perempuan bani Fazarah dinikahkan dengan
mahar sepasang sandal, lalu Rasulullah SAW. bersabda:”Apakah engkau relakan
dirimu dan milikmu dengan sepasang sandal ?” jawabnya: “ya” lalu Nabi
membolehkannya…..(H.R. Ahmad, Ibnu Majah Dan Tirmidzi, Dan Ia Sahkan).
4)
Mahar
sesuai kemampuan.
Dari
Umar bin Khattab: bahwa ia telah melarang dalam pidatonya, yaitu membayar mahar
lebih dari 400 dirham. dan setelah ia turun dari mimbar maka seorang perempuan
quraisy mencegatnya, lalu berkata: “Tidakkah tuan tahu firman Allah ( وَءَاتَيۡتُمۡ حۡدَٮٰهُنَّ قِنطَارً۬ا ) sedang kamu telah
memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak,(Q.S.
An-Nisa:20).
Lalu Umar menjawab: “Ya Allah, saya mohon maaf, orang-orang lain
kiranya lebih pintar daripada Umar.” kemudian beliau cabut keputusannya, lalu
naik ke atas mimbar kembali dan berpidato: “Sesungguhnya saya tadi telah
melarang kepadamu memberi mahar lebih dari 400 dirham. sekarang siapa yang mau
memberi lebih daripada harta yang dicintainya, terserah.” (H.R. Sa’ad bin
Mansur dan Abu Ya’la dengan sanad baik).
5)
Menikahlah
walau dengan mahar cincin dari besi.
Sang
Nabi Saw bersabda riwayat Shohih Bukhori: “Tazawwajuu Walau Bikhootim Min
Hadiid” nikahlah kalian walau dengan mahar cincin dari besi”.
mungkin ada pertanyaan dalam hati kita, kenapa Rasulullah SAW tidak menyebutkan mahar cincin emas, cincin kawin emas, cincin nikah berlian, cincin nikah emas berlian, cincin platina, cincin kawin palladium atau cincin kawin perak, bahkan beliau menyebutnya cincin besi.
mungkin ada pertanyaan dalam hati kita, kenapa Rasulullah SAW tidak menyebutkan mahar cincin emas, cincin kawin emas, cincin nikah berlian, cincin nikah emas berlian, cincin platina, cincin kawin palladium atau cincin kawin perak, bahkan beliau menyebutnya cincin besi.
Dalam hal ini Rasulullah SAW tidak menyamakan nilai kedudukan
wanita semurah cincin besi. Akan tetapi, Rasul SAW memudahkan pernikahan dengan
mahar sesuai kemampuan (tidak harus mahal). Jika di antara kita hendak menikahi
wanita dengan mahar barang berharga misalkan cincin emas, cincin berlian, cincin
emas kawin atau lainnya.
Dalam
memberikan mahar diperbolehkan asalkan tidak berlebih-lebihan dan perlu diingat
bahwa seorang wanita yang baik tidak akan memberatkan ataupun menyusahkan calon
suaminya didalam urusan mahar. Tetapi jika calon suami mampu memberikan mahar
yang mahal serta banyak tanpa menyusahkan itu memang dianjurkan.
Di ceritakan
dari ‘Aisyah R.A. bahwa Nabi Saw. bersabda: “Sesungguhnya perkawinan yang besar
barakahnya adalah yang paling murah maharnya.” dan sabdanya pula: “Perempuan
yang baik hati adalah yang murah maharnya, memudahkan dalam urusan
perkawinannya dan baik akhlaknya. sedang perempuan yang celaka yaitu yang
maharnya mahal, sulit perkawinannya dan buruk akhlaknya.”
C.
Dasar
Hukum Mahar
Menurut Imam
Syafi’i, mahar dalah sesuatu yang wajib diberikan oleh sorang calon suami
kepada calon istrinya. Sehingga fungsi mahar adalah dihalalkannya anggota badan
calon istri untuk calon suaminya. Dalam hal ini bukan berarti kehormatan
seorang wanita dinilai sebanding dengan nilai mahar yang diberikan. Sedangkan
menurut Imam Maliki, mengatakan mahar adalah rukun nikah, sehingga hukumnya
adalah wajib. Imam Hanafi berpendapat bahwa hukumnya boleh tetapi mahar tidak
termasuk dalam rukun dan sahnya perkawinan.
Memberikan
Mahar Kepada Para Isteri Adalah Wajib, Mahar Bukanlah Sebagai Pembelian Atau Ganti
Rugi, Di Surat (An-Nisa’: 4) :
Artinya: “Berikanlah Maskawin (Mahar) Kepada Wanita (Yang Kamu
Nikahi) Sebagai Pemberian Dengan Penuh Kerelaan. Kemudian Jika Mereka
Menyerahkan Kepada Kamu Sebagian Dari Maskawin Itu Dengan Senang Hati, Maka
Makanlah (Ambillah) Pemberian Itu (Sebagai Makanan) Yang Sedap Lagi Baik
Akibatnya.”(QS. An-Nisa’:4)
Jika Isteri
Berkenan Memberikan Sebagian Maharnya Kepadamu Dengan Ikhlas Tanpa Paksaan,
Maka Terimalah Dengan Baik, Dibolehkan. Di Surat (An-Nisa’: 20) :
Artinya: “Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang
lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang
banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun.
Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan
dengan (menanggung) dosa yang nyata ? (QS. An-Nisa’:20)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar